MOTO

Ada Pepatah bahwa Kalau kita ingin selalu ingat maka kita harus selalu melihat dan mendengar, tetapi untuk melihat dan mendengar tidaklah gampang kecuali orang-orang yang mengetahui tip untuk melihat dan mendengar. Oleh karena menjadi pribadi yang baik manakala baik dalam melihat mendengar melihat dan mendengar hanya sepotong-sepotong akan membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Minggu, 17 Mei 2020

Strategi Mall dan Departement Store dalam Menghadapi Toko On line


Jumadi, Dr., S.E., M.M.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni, Humas dan Kerjasama Universitas Widya Mataram di Yogyakarta, Ketua Ikatan Dosen Republik Indonesia (IDRI) Wilayah DIY

Perkembangan ilmu dan teknologi diyakini berdampak terhadap segala bentuk kehidupan, termasuk di dalamnya perubahan industri yang saat ini dikenal dengan istilah Revolusi Industri 4.0. 

Dalam era revolusi industri ini terjadi perubahan di banyak hal termasuk industri ritel. Banyaknya bermunculan toko-toko online diyakini sedikit banyak akan menganggu pergerakan pertumbuhan toko offline termasuk Mall. Hal ini disebabkan adanya perubahan dalam gaya hidup dan selera, yang berdampak terhadap pola konsumsi terutama di kalangan milenial.

Namun penurunan pertumbuhan toko offline (Mall dan Departement Store) tidak hanya disebabkan adanya pertumbuhan toko online (e-commerce), tapi juga disebabkan oleh adanya penurunan daya beli masyarakat, terutama untuk kalangan bawah, serta adanya perubahan pola belanja pada golongan menengah yang mempunyai kecenderungan menahan untuk tidak melakukan transaksi. Selain itu penurunan ini juga disebabkan karena dari sisi hulu (produsen barang) yang cenderung melakukan penundaan dalam aktivitas produksi sebagai akibat pelemahan daya beli masyarakat.

Pada dasarnya masyarakat Indonesia mempunyai karakter sosial yang tinggi, yang salah satu kebutuhannya adalah senantiasa selalu berhubungan atau berinteraksi antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu Mall dan Depatement Store tidak akan serta-merta mati karena adanya toko online tersebut. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat Indonesia yang ingin mendapatkan produk dalam pasar nyata (toko fisik) sambil berinteraksi. 

Pasar adalah salah satu tempat terjadinya interaksi sosial masyarakat. Oleh karenanya hal tersebut masih menjadi peluang bagi toko fisik melakukan inovasi dalam lanyanannya, sehingga kebutuhan masyarakat akan terpenuhi. Konsep perubahan layanan inilah yang perlu dilakukan agar Mall dan Departement Store tidak mati.

Mall dan Departement Store dapat melakukan inovasi dengan menggabungkan konsep layanan offline maupun online. Selain itu Mall dan Departement Store dapat melakukan strategi pemasaran terpadu (integrated marketing strategic). Strategi pemasaran terpadu merupakan strategi untuk memberikan layanan secara excellent dan menyeluruh yang dapat “menggaet” semua segmen pasar yang ada. Konsep pemasaran terpadu ini berfokus dalam memberikan kepuasan pelanggan baik itu pelanggan internal (kayawan) dan pelanggan eksternal (konsumen) sehingga pelanggan akan menjadi pelanggan yang loyal.

Bagaimanapun juga, belanja secara langsung (ofline) dapat memberikan pengalaman tersendiri bagi para konsumen yang dapat menciptakan kepuasan secara emosional. Oleh karena itu Mall dan Departement Store idealnya dapat menyediakan pengalaman berbelanja yang lebih inovatif yang dapat memberikan penyediaan ruang berinteraksi. Hal itu dapat menciptakan pengalaman berbelanja yang lebih menarik serta memiliki value tersendiri di mata konsumen. Dengan demikian, tidak akan muncul adanya ketakutan terhadap matinya Mall dan Departement Store. 

Sumber: https://www.watyutink.com/opini/Strategi-Mall-dan-Departement-Store-dalam-Menghadapi-Toko-On-line

UMKM Perlu Sentuhan Khusus


Oleh: Dr. Jumadi, SE., MM

Wakil Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Pembangunan ekonomi rakyat Indonesia pada hakikatnya didominasi oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Karena itu, UMKM semakin mendapatkan posisi dalam percaturan perekonomian di dalam negeri, sehingga UMKM saat ini telah dijadikan sebagai sarana kebijakan pembangunan nasional sudah ideal. Kebijakan ini telah dilakukan, karena banyak peran penting yang dapat diberikan oleh keberadaan UMKM di Indonesia, khususnya dalam: menyediakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, mengurangi tingkat pengangguran dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Kondisi ini membuat UMKM menjadi sangat “seksi” untuk dijual dalam rangka untuk kepentingan politik, mengingat jumlah yang terlibat dalam UMKM sangat besar dan memungkinan untuk menaikkan popularitas.
Namun, sebenarnya UMKM menyimpan segudang permasalahan yang perlu perhatian untuk mendapatkan solusi maupun sentuhan khusus. Beberapa hal yang menjadi permasalahan di dalam UMKM seperti masalah keuangan yang disebabkan karena: Kurangnya kesesuaian (mismatch) antara dana yang tersedia yang dapat diakses oleh UMKM, belum adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UMKM. Selain itu biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh prosedur kredit yang cukup rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang dikucurkan relatif kecil. Kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai juga menjadi permsalahan UMKM. Selain itu banyak UKM yang belum bankable. Baik yang disebabkan belum adanya manajemen keuangan yang transparan, maupun kurangnya kemampuan manajerial dan permodalan.

Masalah kembali muncul manakala memasuki era revolusi industri 4.0, di mana kondisi UMKM di Indonesia yang belum memungkinkan mengikuti pergerakan revolusi industri 4.0 ini dari sisi aktivitas proses produksi. Hal ini disebabkan UMKM masih terbatasnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang belum memadai, disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan dan dorongan terhadap penerapan tehnologi dalam melakukan proses produksi. Hal lainnya yang menjadi masalah UMKM,  adalah kurangnya pengetahuan pemasaran. Hal ini disebabkan oleb terbatasnya informasi yang dapat dijangkau oleh UMKM, mengenai pasar yang idealnya dapat dikuasi, karena memerlukan kemampuan intelegent marketing yang baik sehingga dapat menyediakan produk/ jasa yang sesuai dengan keinginan pasar, keterbatasan sumber daya manusia (SDM), serta kurangnya sumber daya untuk mengembangkan SDM.

Melihat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh UMKM tersebut, maka yang bisa menjawab tantangan atau permasalah dari UMKM dimungkinkan akan mendapatkan kue lezat dalam konstelasi politik tahun 2019. Para kontestan idealnya dapat menyiapkan skema untuk mengatasi permasalahan tersebut, sehingga UMKM bisa merasakan adanya sentuhan yang mengarah kepada tanda-tanda kebaikan usaha dan peningkatan kapasitas usaha. Beberapa hal yang dapat dilakukan secara teknis untuk memudahkan dalam rangka menangani beberapa permasalahan tersebut di atas adalah: membentuk sistem kluster bagi UMKM karena belum banyak UMKM yang memanfaatkan sistem kluster dalam menjalankan usahanya; membuat linkage antar UMKM karena masih masih terjadinya mismatch antara fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dan kebutuhan UMKM; membuat linkage antar UMKM dan UMKM serta dengan industri besar.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan, apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPIK (Tenaga Penyuluh Industri Kecil). Ke depan, pembinaan UMKM dapat dilakukan secara terpadu, dengan dan tidak lupa mengacu pada Recana Pembangunan Jangka Panjang Panjang Negara (RPJP). Idealnya, pembinaan UMKM dilakukan secara berkesinambungan dengan lintas periode kepemimpinan.

Sumber: https://neraca.co.id/article/111529/umkm-perlu-sentuhan-khusus