KEGAGALAN PERAN LEMBAGA PENDIDIKANTERHADAP TERCIPTANYA KADER BANGSA YANG UNGGUL
A. Pendahuluan
Peningkatan kemampuan untuk mengelola dan mengembangkan lembaga pendidikan sangat dirasakan perlu, termasuk untuk menggunakan prinsip-prinsip manajemen modern yang berorientasi pada mutu/kualitas. Bagi para pemilik dan pengelola lembaga pendidikan, sistem manajemen kualitas seharusnya bermuara pada perbaikan terus menerus untuk memperkuat dan mengambangkan segala aspek kualitas tersebut (kaizen).
Lembaga Pendidikan sebagai wadah untuk menggembleng mental calon pemimpin Bangsa memerlukan suatu metode pengelolaan yang berbeda dengan pengelolaan instansi non pendidikan, karena dalam lembaga pendidikan beranggotakan orang yang berilmu dan berpikir rasional, dengan harapan apa yang dilakukan adalah berdasarkan cara berpikir ilmiah rasional bukan berdasarkan emosional. Untuk menjadikan peran pendidikan ini lebih optimal maka seharusnya tanggung jawab tanggung jawab pendidikan tidak saja beban pemerintah namun oleh seluruh lapisan masyarakat. Masalah penting yang harus diperhatikan adalah bagaiman manajemen lembaga pendidikan diatur dalam suatu system yang membuat kegiatan efisien dan efektif sehingga visi misi dan tujuan dari pada keberadaan suatu lembaga pendidikan itu dapat tercapai.
Untuk menunjang keberhasilan tersebut maka diperlukan Peraturan-peraturan mempunyai tata kerja membentuk suatu sistem yang harus ditaati dengan desiplin dan dedikasi semua pihak. Adanya sistim yang baik maka setidaknya ada jaminan penuh bahwa pencapaian Visi, misi dan tujuan akan melaju kearah yang sudah ditentukan kalaupun nantinya pergantian kepemimpinan ditengah perjalanan. Prasarana dan sarana akademik harus diciptakan sebagai landasan berpijak, disamping landasan mutu lembaga pendidikan ini terutama sangat ditentukan oleh peran tenaga-tenaga pendidik yang berkualitas dan berbobot.
B. Kegagalan Proses Pendidikan
Lembaga pendidikan merupakan suatu lembaga yang diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberi sumbangan terhadap pembangunan ternyata ternyata hasilnya kurang menggebirakan hal ini terbukti dengan adanya keterpurukan bangsa ini yang mulai kelihatan sejak adanya krisis moneter yang pada akhirnya menjadi krisis kepercayaan. Keadaan demikian ini sebenarnya merupakan bukti adanya proses pendidikan yang kurang beres sehingga melahirkan pemimpin bangsa yang dapat menterpurukkan bangsanya sendiri. Pemimpin bangsa yang membuat negara ini terpuruk di karenakan rasa nasionalimenya kurang, kurangnya rasa nasionalisme merupakan akibat dari kesalahan dalam menanamkan rasa nasionalisme tersebut. Oleh karena itu kesalahan dalam menanamkan rasa nasionalisme tersebut sebagai salah satu kesalahan atau kegagalan dalam proses pendidikan. Kegagalan dalam proses pendidikan tersebut berdampak terhadap mental bagi perserta didik (calon pemimpin bangsa). Contoh konkrit kesalahan dalam penanaman rasa nasionalisme adalah :
Pertama, pada pelaksanaan upacara bendera setiap hari senin. Subtansi diadakannya upacara bendera adalah untuk menanamkan rasa nasionalisme yang pada intinya adalah penghormatan terhadap bendera merah putih dengan diiringi oleh lagu kebangsaan Indonesia Raya. Namun kenyataan di lapangan untuk mencapai inti dari acara tersebut (penghormatan bendera Merah Putih) di lalui dengan proses yang sangat panjang sehingga ketika acara inti tiba peserta sudah dalam kondisi yang tidak prima yang berdampak terhadap tidak kidmatnya penghormatan terhadap Bendera merah putih. Bagai mana hal ini dapat menggerakkan hati takkala hal itu tidak secara iklas dan tulus dalam melakukannya. Oleh karena itu seharusnya di rubah mentode penanaman rasa nasionalisme jikalau bangsa ini ingin menjadi bangsa yang mempunyai rasa nasional yang tinggi. Oleh karena itu penulis menawarkan solusi agar penanaman rasa nasional dapat berjalan dengan efektif seyogyanya mentodenya dirubah dengan metode yang tidak memberatkan bagi peserta upacara . Upacara dapat dilakukan secara simple kalau perlu metode tersebut dapat menyentuh hati nurani para peserta upacara, sehingga rasa nasionalisme akan tertanam secara permanan di hati peserta didik.
Kedua, Kesalahan dalam menanankan slogan bagi peserta didik oleh pendidiknya sejak SMP sampai dengan SMA atau bahkan sejak SD peserta didik selalu di beri slogan oleh sebagian pengajar yang berbunyi TIME IS MONEY, sebenarnya slogan ini adalah slogan yang menyesatkan bagi peserta didik logika dalam slogan ini adalah waktu adalah uang sehingga sehingga slogan ini menjadi slogan yang sangat instan yang berdampak terhadap prilaku jalan pintas (short cut). Seharusnya slogan tersebut dirubah menjadi TIME IS KNOWLEDGE, KNOWLEDGE IS POWER, DAN POWER IS MONEY, logika slogan tersebut adalah waktu adalah ilmu artinya waktu harus digunakan untuk belajar, baru kemudian ilmu adalah kekuatan artinya supaya menjadi orang atau bangsa yang kuat maka harus berilmu, sehingga dengan kekuatan ilmu tersebut maka akan mendatangkan uang. Hal ini kalau saya simpulkan maka untuk mendapatkan uanga maka kita harus menjadi kuat, untuk menjadi kuat kita harus berilmu dan untuk berilmu kita harus belajar dan belajar itu membutuhkan Waktu. Oleh karena itu jangan heran ketika bangsa ini menjadi bangsa yang lemah karena bangsa ini kurang memanfaatkan waktu untuk mencari ilmu.
Ketiga, tidak adanya system pendidikan yang berkelanjutan, hal ini dapat dilihat dari seringnya ganti kurikulum yang tanpa adanya evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya, sehingga setelah diberlakukan kurikulum baru tersebut tidak diketahui keburukan dan kebaikan dari kurikulum lama yang ditinggalkan. Kurikulum baru berjalan menggelinding begitu saja tanpa melihat kebaikan kurikulum lama. Hal ini di perparah oleh bergantinya mentri maka ganti pula kebijakannya tanpa adanya kesinambungan kebijakan yang pada akhirnya setiap periode hanya sebagai periode penjajagan atau ujicoba saja. Mestinya system pendidikan harus menerapkan system yang berkelanjutan kalau perlu dengan system learning organizatin change education yang disesuaikan dengan lingkungan yang ada.
C. Trilogi Kepemimpinan
Lembaga pendidikan sebagai salah satu pencipta kader pemimpin maka lembaga pendidkan merupakan kunci utama keberhasilan suatu generasi. Ketidak berhasilan kepemimpinan dari generasi kegenerasi merupakan kegagalan dalam proses pendidikan yang ada, bahkan lebih dari itu bahwa gegagalan tersebut juga disebakan oeh sitem pendidikan yang dikembangkannya. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan maka lembaga pendidikan harus mengembangkan kualitas SDM termasuk Guru/Dosen sebagai sarana untuk melakukan proses transpormasi pendidikan.
Guru/Dosen bukan hamya sebagai seorang pendidik dan pengajar tetapi sekaligus sebagai seorang pemimpin harus mempunyai tiga unsur karakter kepemimpinan adapun ketiga karakter yang harus melekat pada seorang dosen/pendidik adalah:
1. Ingarso sungtulodho
2. Ing madyo mangun karso
3. Tutwuri handayani
Ketiga karakter tersebut sebenarnya sudah lama menjadi jargon dalam pendidikan yaitu sejak jaman Ki Hajar Dewantara namun Jargon itu hanya sekedar jargon saja tanpa adanya implementasi yang riil, oleh karena itu apabila bangsa ini ingin bangkit maka seharusnya trilogy yang dikembangkan oleh Bapak Pendidikan itu di implementasikan oleh semua lapisan masyarakat terutama kalangan masyarakat pendidikan. Trilogi kepemimpinan ini sebenarnya telah di adopsi oleh negara barat dengan konsep Total Quality Managemet (TQM).
Kesepadanan konsep Triloginya Kihajar Dewantara dengan TQM adalah sebagai berikut:
Trilogi Kihajar Dewantara Konsep TQM
Ingarso sungtulodho Leadership
Ing Madyo Mangun Karso Managership
Tut Wuri Handayani Entrepreneurship
Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa konsep kepemimpinan dalam dunia barat sepadan dengan konsep Trilogi yang di kembangkan oleh Kihajar Dewantara dan menurut decade perkembangannya bahwa bahwa Trilogi Yang dikembangkan oleh Kihajar Dewantara terbukti lebih dulu lahir ketimbang konsep Total Quality Manajemen yang dikembangkan oleh negara barat.
C.Peningkatan Mutu Pendidikan
Lembaga pendidikan sebagai seuah organisasi akan berjalan dengan baik jika di kelola dengan baik oleh karena itu perlu adanya system atau mekanismen dalam mengelola sehingga dapat menghasilkan out put yang berkualitas. Oleh karena itu system yang digunakan harus dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada
Sistem Operasi Lembaga Pendidikan
Dari bagan tersebut diatas terlihat bahwa lembaga pendidikan keberadaannya akan dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi, lingkungan social, lingkungan politik, lingkungan budaya dan tehnologi artinya untuk sebuah lembaga pendidikan dapat beroperasi dengan baik maka perlu dukungan yang kondosif oleh factor tersebut. Sedangkan untuk melihat seberapa jauh kualitas maka yang menjadi factor adalah:
1. Input, yang meliputi, murid, guru, Fasilitas
2. Proses, kegiatan belajar mengajar
3. Out put, lulusan
Menurut hemat saya bahwa keberhasilan pendidikan tidak berdasarkan pada fasilitas yang ada atau tenaga pengajar yang ada tetapi kualiatas pendidikan akan ditentukan oleh individu peserta didik itu sendiri. Oleh kareana itu keberhasilan pendidikan atau kualitas pendidikan akan berhasil ketika peserta didik sudah tidak memandang dimana dan siapa yang mendidik tetapi berpandangan tentang apa yang saya dapatkan dari proses ini. Oleh karena itu peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan cara memotivasi peserta didik dan menyadarkan bahwa peserta didik hanya akan berhasil apabila ada motivasi dari dirinya sendiri bukan dari imbalan atau dari lingkungan. Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut harus ada slogan perubahan yang berkesinambungan mengarah kebaikan dengan semangat dan kesadaran pribadi.
D. Penutup
Dari Uraian tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan adalah sebagai berikut :
1. Sebagai usaha yang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kualiatas pendidikan maka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan seharusnya melakukan pemerataan dan kesempatan, pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan dan efisiensi pendidikan. Khusus untuk perguruan tinggi akan lebih diutamakan membahas mengenai relevansi pendidikan dengan pembangunan yang dalam langkah pelaksanaannya dikenal dengan keterkaitan dan kesepadanan (link and match)serta membuat system pendidikan yang berkesinambungan dari generasi ke generasi sehingga tidak ketinggalan jejek
2. Lembaga perlu mendorong upaya peningkatan kualifikasi tenaga dosen dengan pendidikan lanjutan atau kursus dengan fasilitas yang memadai agar kualitas sumberdaya dapat ditingkatkan sehingga secara otomatis akan mendorong peningkatan mutu pendididkan di universitas.
3. Tuntutan terhadap mutu pendidikan yang terus ditingkatkan sebagai upaya untuk menciptakan output yang berkualitas dan siap terjun kepasar kerja serta untuk memenuhi standar mutu bukan standar pelayanan
4. Output yang dihasilkan harus berdasarkan suatu proses yang matang dan didukung oleh input yang baik pula.
5. Faktor eskternal dan internal yang mendukung proses penyelenggaraan dan sumber daya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan harus mendapat perhatian.
Tulisan Ini telah di muat dalam Jurnal Ilmiah Pupuloka Fisip UWMY 2005
DAFTAR PUSTAKA
Jumadi, 2001, Manajemen Operasi dan Produksi, Bahan kuliah tidak di terbitkan
Slamet Wakid Ciptono, 2000, Manajemen Operasi Bahan, Kuliah Tidak diterbitkan
Zulian Yamit, 1996, Manajemen Operasi dan Produksi ,Ekonesia: UII Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar